Made In China

Mungkin sebagai mahasiswa, kita tidak asing lagi mendengar joke yang berbunyi “cuma bumi, bulan, dan matahari yang ciptaan Tuhan. Sisanya made-in-China”

Joke tersebut merupakan gambaran bagaimana produk China sudah sangat mendominasi pasar dunia. Sangat sulit, saat ini, untuk menemukan prodak yang tidak bertuliskan made-in-China, bahkan saat kita berada di negara sendiri (semoga Combro yang saya makan tadi siang bukan made-in-China). Made-in-China sendiri seperti telah menjadi kata sifat, seperti saat ujian yang lalu, ketika saya membaca kembali jawaban saya yang “tidak jelas”, saya berfikir “nih jawaban made-in-China banget sih”. Atau bagi teman-teman yang berorganisasi dan mendapati ada yang memberikan masukan kurang bagus mungkin juga akan berkata “ide lo made-in-China banget, asli”.

Sebenarnya bagaimana China dapat mendominasi pasar dunia, bukan hanya produknya tapi juga penduduknya?

Memang mustahil sepertinya mendapatin pensil made-in-China dijual seharga 120 rupiah satu batangnya. Atau jeruk China dijual 1000 rupiah satu buahnya padahal buah tersebut harus “berimigrasi”. Sebenarnya ada beberapa faktor yang melatar belakangi mengapa China dapat memproduksi semua barang kecuali bumi, bulan, dan matahari, dan salah satunya adalah labor yang murah. Kalau kita berkunjung ke Shanghai mungkin kita akan tetap mengagumi China yang dapat menjual semua produknya dengan harga murah, namun kalau kita pergi ke daerah barat China terlihat ada yang sangat berbeda. Yup, gap antara Timur China dan Barat China dalam pembangunan ternyata masih cukup tinggi. Tidak heran walau dengan cadangan devisa China yang berlimpah masih bisa kita temukan orang-orang miskin di sana.

Kedua, China memantaince mata uangnya rendah. Kurs apresiasi bisa bikin nilai export naik? itu jelas bukan prinsip dagang turun temurun China. China justru membuat kurs Yuan rendah agar produk China tetap bisa dijual di pasar internasional. Seperti yang kita tahu, perdagangan internasional menggunakan mata uang yang telah disepakati, yaitu USD, sehingga nilai mata uang China yang rendah membuat produknya berharga murah di pasar internasional. Seperti yang telah kita pelajari pula, harga rendah mendorong demand naik sehingga barang made-in-China pun laris manis.  Salah satu cara mengenai bagaimana China menekan neraca perdagangan negara lain dapat dibaca di artikel yang ditulis oleh Eka, dan bagaimana kurs China dikambinghitamkan atas hal itu.

Keahlian China berdagang memang telah termansyur sejak jaman nenek moyang, entah apa resep tiongkoknya tapi mungki pepatah yang mengatakan “belajarlah sampai ke negeri China” benar adanya. Tidak hanya belajar berdagang, tapi juga belajar melestarikan kelebihan yang telah dimiliki sejak jaman nenek moyang. Mungkin kita tidak bisa mengalahkan China dalam berdagang tapi kita memiliki banyak kelebihan seperti budaya dan pariwisata, dan mungkin kita juga bisa mendengarkan kembali lagu “nenek moyangku seorang pelaut..” sebagai bahan pertimbangan, paling tidak sebelum China dapat membuat bumi, bulan, atau matahari.

 

Mungkin sekian postingan singkat made in china dari saya, semoga bisa memberikan manfaat.

 

~Aji Jayanti~

0906630544

4 thoughts on “Made In China

  1. asfiyape says:

    hei Kak Aji, cuma mau komen sih… 😀 Tulisannya menarik meski mungkin beberapa alasan yang ditulis udah banyak diketahui. Tapi satu fakta yang menarik perhatian saya, bahwa kurs China berperan besar dalam penentuan tingginya permintaan ekspor negara laim dari China. Kira-kira, gimana implikasinya ya, Kak, kalau tiba-tiba Indonesia mau adaptasi kebijakan moneter China tentang exchange-rate? Bakalan signifikan ga tuh sama permintaan komoditas Indonesia di pasar internasional? Thx for answering 🙂
    Asfiya.P

  2. ajijayanti says:

    terima kasih Asyifa atas komentarnya dan pertanyaannya akan coba saya jawab ya. Kalo menurut gw sh produk cina yg bikin murah tu gak cuma gara2 ERnya tapi emang produknya sendiri udah murah (tolong koreksinya kalo ada kesalahan) makannya salah satu faktor yg gw masukin adalah buruh yang murah. Di Indonesia sendiri produksinya masih blm seefisien china jadi kalo kita mau nurunin exchange harga masih belom tentu bs bersaing sama china malah bisa diomelin sama negara seplanet dan ngerusak hubungan perdagangan kita. Mau meningkatkan efisiensi sih bisa aja make mesin, tapi berarti buruh banyak yg d pecat dong ya, masalah kan tu buat penduduk kita dan pemerintah, sedangkan kalo d china buruhnya ikhlas2 aja dibayar murah. Kalo gw boleh saran sh, seperti yang gw bilang d atas, china mah emang udah dari nenek moyangnya ahli dagang, bukannya skeptis, tapi kenapa juga kita gak cari hal lain buat “diperdagangkan” kaya kebudayaan kita atau pariwisata kita. Kita mungkin gak ahli bikin barang murah tapi kita ahli bikin barang berkualitas. Jadi menurut gw kita mendingan gali potensi2 Indonesia yang lebih unggul dari negara lain, kita inget2 lagi karakter negara kita. Misalnya nenek moyang kita yang ahli melaut mungkin kita gali potensi laut kita, kalo perlu kita bisa punya bajak laut kaya di somalia, kan lumayan, kali aja bisa buat ngejaga laut kita dari ilegal fishing. 😉

  3. hahaha, kak aji super sekali…… saya setuju tuh ama kak aji cari lahan lain.. tapi saya nggak setuju kalo lahannya ditinggalin… benar sekali kalo selain ER nya , cost of production di china itu ugamurah bnget,,, menurut saya klo mau bersaing gar produk indonesia tetap sustain di tenagh menjamurnya produk made in china adalah dengan cara bermain diranah diluar kurva permintaan dan penawaran yang yang terdiri dari funsi harga (P). kita harus bikin fungsi permintaan baru yaitu nasionalime,,, cinta produk Indonesia. Kalo kita bisa meningkatkan kepuasaan dengan mengkonsumsi produk Indonesia adalah beberapa kali produk made in china (yang berlandasakn transactional tinggi rendahnya harga) toh pada akhirnya kepuasaan absolut kita juga bakalan tetap tinggi kan…
    haha,, nggak selalu meningkatkan kepuasaan itu dengan cara meminimalisasi biaya……
    kepuasaan berhubungan dengan perasaan yang bukan hanya dipengruhi segala sesuatu yang transactional…. hehe

    azizon 1006771314

    • ajijayanti says:

      pastinya zon, kaya yang udah kita pelajarin, income lo tinggi tu gak jaminan lo bahagia. bisa jadi d masa depan tren harga nanti kaya gt, org gak lagi cari barang murah tapi justru cari barang berkualitas. lo tau kan, semakin langka barang semakin di cari. dengan maraknya produk cina saat ini gak heran kalo orang membelokkan kansumsinya ke barang2 yang bukan made in china walau dengan harga yg lumayan.

Leave a reply to azizonbinjamaan Cancel reply